Cimahi Cyber City: Cimahi menjadi sentra kerajinan Laptop di Indonesia
Lain ladang lain belalang, lain daerah lain dagangannya. Ya, setiap daerah tentu punya potensi dan kekhasan yang bisa dikembangkan dan dijual. Tinggal seberapa kreatif pihak pemerintah daerah dan para pengusaha mampu mengembangkan, mengemas, dan menjualnya.
Salah satu contoh menarik adalah Cimahi. Dari sisi sumber daya alam, kotamadya yang baru dibentuk tahun 2001 ini hampir tidak memiliki potensi yang bisa dijual. Apalagi luas wilayahnya hanya 40,36 km2. Namun, Cimahi memiliki sumber daya manusia cukup besar, dengan jumlah penduduk mencapai 567.641 orang.
Nah, potensi SDM inilah yang digali dan dikembangkan Pemda Cimahi di bawah kepemimpinan Wali Kota Itoc Tochija. Menurut sang wali kota, minimnya SDA dan terbatasnya lahan yang dimiliki Kota Cimahi membuatnya harus mengembangkan sumber daya lain yang dimiliki untuk pengembangan Cimahi ke depan. â€Å“Kebetulan, komposisi penduduk Kota Cimahi didominasi usia produktif, sehingga pembangunan berbasis SDM untuk mewujudkan Cimahi sebagai kota industri kreatif sangat mungkin dilakukan,†paparnya. â€Å“SDM inilah yang harus menjadi kekuatan Cimahi.â€
Dengan cara pandang seperti itu, Pemkot Cimahi telah melakukan beberapa langkah untuk mengoptimalkan peran industri kreatif tersebut dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Langkah pertama yaitu dengan membuka Rumah Desain Kemasan Cimahi. Rumah desain ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas usaha kecil-menengah dengan teknik pengemasan yang disukai pasar.
Selain itu, Pemkot Cimahi juga telah mencanangkan ambisi untuk menjadikan Cimahi sebagai pusat industri animasi, film, dan industri kreatif berbasis teknologi informasi. Ini diwujudkan dengan pembangunan Cimahi Cyber City (C3). Gedung berlantai 6 yang dibangun di atas lahan seluas 1.000 m2 itu menelan investasi Rp 10 miliar lebih. Gedung C3 ini nantinya menjadi inkubator bagi pelaku industri kreatif, sebagai pusat riset TI, dan pusat eksebisi produk TI (seperti komputer dan ponsel). Gedung C3 inilah yang akan mewadahi komunitas keahlian di bidang TI, sekaligus menjadi katalisator bagi pertumbuhan industri kreatif, khususnya yang berbasis TI.
Dicontohkan Itoc, arah menuju pengembangan industri kreatif ini sudah kelihatan melalui SMK 1 Cimahi yang saat ini sedang mengembangkan produk laptop made in Cimahi. â€Å“Jika berhasil, maka Cimahi menjadi kotamadya pertama di Indonesia yang mampu memproduksi laptop hasil karya putra-putri daerahnya,†kata Itoc penuh harap. Yang jelas, saat ini Cimahi telah menjadi basis ponsel lokal merek Lotus, yang diproduksi PT Santosa.
Menjadikan industri kreatif sebagai potensi pengembangan daerah juga dilakukan Pemkot Bandung. Ketika pemerintah pusat baru mulai merumuskan konsep dan memetakan industri kreatif Indonesia, di Bandung sudah berdiri Bandung Creative City Forum yang diketuai Ridwan Kamil, arsitek yang sudah menggarap beberapa proyek berskala internasional. Forum ini menggagas pengembangan berbagai industri kreatif.
Menurut Ridwan, Bandung memiliki potensi menarik untuk dikembangkan. Antara lain lantaran ditopang oleh infrastruktur akses tol dan penerbangan langsung ke Singapura atau Malaysia, sehingga membuat peluang bisnis urban tourism (hospitality) menjadi potensial dikembangkan. â€Å“Potensi lain yang menarik dikembangkan di Bandung adalah bisnis hotel, restoran dan pusat perbelanjaan. Juga bisnis apartemen atau kondotel untuk para orang tua mahasiswa yang bersekolah di Bandung,†ujar Ridwan.
Bandung masih punya potensi lain. Kota ini memiliki sentra industri yang potensial, seperti tekstil yang melahirkan Cihampelas Jeans, factory outlet (FO), atau distribution outlet (distro). Bahkan, bisnis clothing distro ini menghasilkan omset hingga Rp 400 miliar per tahun. Lalu, ada sentra sepatu di Cibaduyut, yang juga melahirkan distro sepatu. Sayangnya, diakui Ridwan, walaupun cukup kuat di aspek produksi, masih lemah di aspek kualitas dan variasi desain yang diminati pasar.
Di Bandung, industri TI sebetulnya juga punya potensi besar. Di samping ada ITB dan kantor pusat Telkom, di kota ini juga ada kawasan yang disebut Bandung High Tech Valley. Potensi lainnya yang tak bisa diabaikan adalah industri musik, disain, seni dan arsitektur.
Toh, Ridwan mengakui, ada beberapa hambatan yang ditemui bagi pengembangan Bandung sebagai kota industri kreatif. Antara lain: tidak adanya ruang publik untuk mencari inspirasi dan berinteraksi; kurangnya fasilitas pertunjukan untuk manggung para pemusik; dan kurangnya permodalan dari perbankan bagi tumbuhnya industri kreatif. â€Å“Pemerintah sendiri masih dalam tahap mendengarkan dalam merespons perkembangan industri kreatif ini. Kebijakannya belum banyak berubah, walaupun dukungan terhadap event-event kreatif sudah mulai membaik,†ungkap Ridwan.
Di mata Pery Tristianto, praktisi dan pengamat kewirausahaan yang juga asal Bandung, kotanya sendiri sebenarnya memiliki potensi wisata yang bisa dijual. Mulai dari wisata kuliner, wisata mode, wisata seni dan wisata rohani. â€Å“Bandung ini sangat menarik untuk dijadikan lahan investasi. Tetapi kita harus tahu karakternya,†ujar lelaki yang dikenal sebagai Raja FO ini. â€Å“Di Bandung, yang harus dijual adalah atmosfernya. Jadi, yang bisa dijual di Bandung bukan barang, tapi konsep,†kata pengusaha yang juga terjun ke bisnis kuliner ini.
Saat ini, Bandung tercatat memiliki beberapa sentra industri, yang biasanya pula menjadi objek wisata belanja. Antara lain, ada Cihampelas sebagai sentra jins, sentra sepatu Cibaduyut, dan sentra kaus Suci. Sebagai contoh, sentra kaus Suci memilik sekitar 396 toko dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja sekitar 7 ribu karyawan. Selain potensi penyerapan tenaga kerja yang tinggi, sentra kaus Suci juga menjadi pemasok bagi sejumlah distro di Bandung. Bahkan produk kaus Suci banyak beredar di luar Jawa, yakni di Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. â€Å“Industri apa pun yang dikembangkan, tetap kemasannya wisata. Inilah yang akan memberi banyak efek,†ucap Pery menggarisbawahi.
Menurut Pery, untuk menggarap potensi Bandung, pengusaha janganlah terlalu berharap pada bantuan pemda. Ia menyarankan sebaiknya pengusaha – dia menyebutnya stakeholder – bisa lebih bersatu, inovatif, dan memiliki konsep (karakter). â€Å“Saya menilai para stakeholder di Bandung kurang bersatu dan tidak ada terobosan-terobosan untuk melakukan promosi. Mereka terlalu percaya diri,†Pery melontarkan kritik.
Selain Cimahi dan Bandung, tentu saja daerah lain pun memiliki keunggulan dan potensi khas yang bisa dijual. Kotagede, Yogyakarta, misalnya, kini telah kondang sebagai sentra kerajinan perak terbesar di Indonesia, melebihi Bali, Lombok, dan Kendari. Beragam kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk dihasilkan dari Kotagede. Sejak tahun 1970-an, kerajinan perak produksi Kotagede telah diminati wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah tangga maupun aksesori.
Kini, Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak produksinya, melainkan juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan perak. Sebuah kursus singkat yang berdurasi tiga jam hingga dalam hitungan hari kini ditawarkan sebagai bagian dari paket wisata alternatif. Di sini, wisatawan peserta bisa ikut merancang desain perhiasan perak, membuatnya, dan akhirnya bisa membawa pulang hasil buatannya sendiri.
Namun, berbicara sentra perhiasan dalam skala yang lebih besar, tak ada provinsi yang bisa mengalahkan Jawa Timur. Pemprovnya pun dengan percaya diri telah menargetkan provinsi ini sebagai sentra industri perhiasan. Maklumlah, sekitar 85% produksi emas secara nasional berasal dari Ja-Tim. Bahkan, sekitar 90% ekspor perhiasan berasal dari provinsi ini. Saat ini, industri perhiasan yang banyak dikembangkan terutama berbasis mutiara. Dulu industri itu masih terpusat di Situbondo, Bangil dan Lumajang. Kini, mulai berkembang ke Surabaya.
Tak hanya itu. Ja-Tim pun memiliki pusat belanja dan produksi perhiasan Jemo Polish di kawasan Juanda, Sidoarjo, seluas 140 ha. Pabrik dan showroom-nya sudah jadi. Juga, ada pusat perbelanjaan perhiasan, seperti BG Junction dan Empire Palace di Surabaya. Tercatat ada 46 industri perhiasan skala besar. Sementara itu, usaha kecil-menengah di bidang produksi emas tersebar di beberapa sentra: Banyuwangi, Jember, Lumajang, Pasuruan, Lamongan dan Malang. Setiap sentra mempunyai 50-100 UKM.
Masih dari Pulau Jawa, ada sebuah daerah dengan produk kreatif cukup unik. Daerah itu adalah Kabupaten Purbalingga, yang sejak 2008 telah mencanangkan diri sebagai sentra pembuatan rambut dan bulu mata palsu terbesar kedua di dunia, setelah Gwangju, Korea Selatan. Ya, Purbalingga kini memiliki 18 industri pembuatan rambut dan bulu mata palsu yang semuanya berasal dari modal asing, dan telah menyerap 30 ribu tenaga kerja. Selain itu, ada sebuah perusahaan PMA asal Jepang yang bergerak di bidang usaha pembuatan peralatan makan dari kayu.
Yang jelas, kehadiran19 PMA tersebut, telah meningkatkan nilai investasi asing di Purbalingga. Selama tahun 2007 naik hingga Rp 39 miliar atau sekitar 37% dibanding tahun sebelumnya. Pada 2002-2007 saja, Pemkab Purbalingga menyetujui 7 proyek PMA senilai US$ 6,8 miliar. Selain itu, Purbalingga juga telah merealisasi 7 proyek PMA lainnya senilai US$ 7,72 miliar, yang berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 3.433 orang.
Tentulah, potensi daerah yang khas bukan cuma bisa ditemukan di Pulau Jawa. Sebagai contoh adalah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai sentra penghasil kain tenun sutra. Daerah ini bahkan menjadi pemasok utama kain sutra polos untuk kebutuhan industri batik di Cirebon, Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Saat ini, penenunan sutra masih menjadi andalan utama masyarakat di Kabupaten Wajo – selain produk pertanian. Salah satu komoditas industri yang terkenal di Kabupaten Wajo adalah kain dan sarung sutra, yang dibuat perajin/industri kecil penenunan gedongan dan penenunan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Sementara itu, bahan baku yang dipakai adalah benang sutra alam yang berasal dari Soppeng, Sidrap, Wajo dan Enrekang. Kebutuhan benang sutra untuk usaha penenunan di Wajo kurang-lebih 17 ton/bulan. Jumlah itu belum bisa terpenuhi oleh produsen benang yang ada di Sul-Sel. Oleh karenanya, jumlah produksi kain sutra belum bisa optimal karena hanya bisa mendapatkan benang kurang-lebih 10 ton/bulan, sedangkan yang dibutuhkan sekitar 17 ton/bulan. Dalam upaya peningkatan produksi benang sutra dan pengembangan usaha penenunan di Wajo, rencananya Pemkab Wajo siap berinvestasi berupa perluasan kebun tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutra kecil dan besar secara terkoordinasi, pengembangan usaha pemintalan benang sutra dengan mesin modern, serta penyediaan mesin cuci benang dan kain sutra.
Daerah lain yang punya potensi khas adalah Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Destinasi wisata favorit kedua di Indonesia setelah Bali ini memang memiliki banyak potensi alam. Selain keindahan alamnya, daerah ini juga menghasilkan cenderamata khas berupa perhiasan berbahan mutiara.
Lombok selama ini terkenal dengan hasil mutiara alamnya yang beragam. Di pulau itu terdapat beragam jenis mutiara mulai dari mutiara putih, krem, keemasan, perak, kelabu, hingga merah jambu yang langka. Mutiara asal Lombok terbukti tidak kalah dari mutiara negara produsen lain seperti Australia, Tahiti, Myanmar dan Filipina. Bahkan menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia saat ini menjadi market leader di antara negara pengekspor mutiara air laut.
Ya, tentu masih banyak lagi daerah lain yang punya potensi khas (petanya bisa dilihat di Tabel yang menyertai tulisan ini – Red.). Namun sekali lagi, itu pula tergantung pada kreativitas pihak pemda dan pengusaha setempat, mengemas dan menjualnya.
Salah satu contoh menarik adalah Cimahi. Dari sisi sumber daya alam, kotamadya yang baru dibentuk tahun 2001 ini hampir tidak memiliki potensi yang bisa dijual. Apalagi luas wilayahnya hanya 40,36 km2. Namun, Cimahi memiliki sumber daya manusia cukup besar, dengan jumlah penduduk mencapai 567.641 orang.
Nah, potensi SDM inilah yang digali dan dikembangkan Pemda Cimahi di bawah kepemimpinan Wali Kota Itoc Tochija. Menurut sang wali kota, minimnya SDA dan terbatasnya lahan yang dimiliki Kota Cimahi membuatnya harus mengembangkan sumber daya lain yang dimiliki untuk pengembangan Cimahi ke depan. â€Å“Kebetulan, komposisi penduduk Kota Cimahi didominasi usia produktif, sehingga pembangunan berbasis SDM untuk mewujudkan Cimahi sebagai kota industri kreatif sangat mungkin dilakukan,†paparnya. â€Å“SDM inilah yang harus menjadi kekuatan Cimahi.â€
Dengan cara pandang seperti itu, Pemkot Cimahi telah melakukan beberapa langkah untuk mengoptimalkan peran industri kreatif tersebut dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Langkah pertama yaitu dengan membuka Rumah Desain Kemasan Cimahi. Rumah desain ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas usaha kecil-menengah dengan teknik pengemasan yang disukai pasar.
Selain itu, Pemkot Cimahi juga telah mencanangkan ambisi untuk menjadikan Cimahi sebagai pusat industri animasi, film, dan industri kreatif berbasis teknologi informasi. Ini diwujudkan dengan pembangunan Cimahi Cyber City (C3). Gedung berlantai 6 yang dibangun di atas lahan seluas 1.000 m2 itu menelan investasi Rp 10 miliar lebih. Gedung C3 ini nantinya menjadi inkubator bagi pelaku industri kreatif, sebagai pusat riset TI, dan pusat eksebisi produk TI (seperti komputer dan ponsel). Gedung C3 inilah yang akan mewadahi komunitas keahlian di bidang TI, sekaligus menjadi katalisator bagi pertumbuhan industri kreatif, khususnya yang berbasis TI.
Dicontohkan Itoc, arah menuju pengembangan industri kreatif ini sudah kelihatan melalui SMK 1 Cimahi yang saat ini sedang mengembangkan produk laptop made in Cimahi. â€Å“Jika berhasil, maka Cimahi menjadi kotamadya pertama di Indonesia yang mampu memproduksi laptop hasil karya putra-putri daerahnya,†kata Itoc penuh harap. Yang jelas, saat ini Cimahi telah menjadi basis ponsel lokal merek Lotus, yang diproduksi PT Santosa.
Menjadikan industri kreatif sebagai potensi pengembangan daerah juga dilakukan Pemkot Bandung. Ketika pemerintah pusat baru mulai merumuskan konsep dan memetakan industri kreatif Indonesia, di Bandung sudah berdiri Bandung Creative City Forum yang diketuai Ridwan Kamil, arsitek yang sudah menggarap beberapa proyek berskala internasional. Forum ini menggagas pengembangan berbagai industri kreatif.
Menurut Ridwan, Bandung memiliki potensi menarik untuk dikembangkan. Antara lain lantaran ditopang oleh infrastruktur akses tol dan penerbangan langsung ke Singapura atau Malaysia, sehingga membuat peluang bisnis urban tourism (hospitality) menjadi potensial dikembangkan. â€Å“Potensi lain yang menarik dikembangkan di Bandung adalah bisnis hotel, restoran dan pusat perbelanjaan. Juga bisnis apartemen atau kondotel untuk para orang tua mahasiswa yang bersekolah di Bandung,†ujar Ridwan.
Bandung masih punya potensi lain. Kota ini memiliki sentra industri yang potensial, seperti tekstil yang melahirkan Cihampelas Jeans, factory outlet (FO), atau distribution outlet (distro). Bahkan, bisnis clothing distro ini menghasilkan omset hingga Rp 400 miliar per tahun. Lalu, ada sentra sepatu di Cibaduyut, yang juga melahirkan distro sepatu. Sayangnya, diakui Ridwan, walaupun cukup kuat di aspek produksi, masih lemah di aspek kualitas dan variasi desain yang diminati pasar.
Di Bandung, industri TI sebetulnya juga punya potensi besar. Di samping ada ITB dan kantor pusat Telkom, di kota ini juga ada kawasan yang disebut Bandung High Tech Valley. Potensi lainnya yang tak bisa diabaikan adalah industri musik, disain, seni dan arsitektur.
Toh, Ridwan mengakui, ada beberapa hambatan yang ditemui bagi pengembangan Bandung sebagai kota industri kreatif. Antara lain: tidak adanya ruang publik untuk mencari inspirasi dan berinteraksi; kurangnya fasilitas pertunjukan untuk manggung para pemusik; dan kurangnya permodalan dari perbankan bagi tumbuhnya industri kreatif. â€Å“Pemerintah sendiri masih dalam tahap mendengarkan dalam merespons perkembangan industri kreatif ini. Kebijakannya belum banyak berubah, walaupun dukungan terhadap event-event kreatif sudah mulai membaik,†ungkap Ridwan.
Di mata Pery Tristianto, praktisi dan pengamat kewirausahaan yang juga asal Bandung, kotanya sendiri sebenarnya memiliki potensi wisata yang bisa dijual. Mulai dari wisata kuliner, wisata mode, wisata seni dan wisata rohani. â€Å“Bandung ini sangat menarik untuk dijadikan lahan investasi. Tetapi kita harus tahu karakternya,†ujar lelaki yang dikenal sebagai Raja FO ini. â€Å“Di Bandung, yang harus dijual adalah atmosfernya. Jadi, yang bisa dijual di Bandung bukan barang, tapi konsep,†kata pengusaha yang juga terjun ke bisnis kuliner ini.
Saat ini, Bandung tercatat memiliki beberapa sentra industri, yang biasanya pula menjadi objek wisata belanja. Antara lain, ada Cihampelas sebagai sentra jins, sentra sepatu Cibaduyut, dan sentra kaus Suci. Sebagai contoh, sentra kaus Suci memilik sekitar 396 toko dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja sekitar 7 ribu karyawan. Selain potensi penyerapan tenaga kerja yang tinggi, sentra kaus Suci juga menjadi pemasok bagi sejumlah distro di Bandung. Bahkan produk kaus Suci banyak beredar di luar Jawa, yakni di Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. â€Å“Industri apa pun yang dikembangkan, tetap kemasannya wisata. Inilah yang akan memberi banyak efek,†ucap Pery menggarisbawahi.
Menurut Pery, untuk menggarap potensi Bandung, pengusaha janganlah terlalu berharap pada bantuan pemda. Ia menyarankan sebaiknya pengusaha – dia menyebutnya stakeholder – bisa lebih bersatu, inovatif, dan memiliki konsep (karakter). â€Å“Saya menilai para stakeholder di Bandung kurang bersatu dan tidak ada terobosan-terobosan untuk melakukan promosi. Mereka terlalu percaya diri,†Pery melontarkan kritik.
Selain Cimahi dan Bandung, tentu saja daerah lain pun memiliki keunggulan dan potensi khas yang bisa dijual. Kotagede, Yogyakarta, misalnya, kini telah kondang sebagai sentra kerajinan perak terbesar di Indonesia, melebihi Bali, Lombok, dan Kendari. Beragam kerajinan perak yang diolah menjadi beragam bentuk dihasilkan dari Kotagede. Sejak tahun 1970-an, kerajinan perak produksi Kotagede telah diminati wisatawan mancanegara, baik yang berbentuk perhiasan, peralatan rumah tangga maupun aksesori.
Kini, Kotagede tak hanya menawarkan kemewahan kerajinan perak produksinya, melainkan juga kesempatan untuk mempelajari proses pembuatan perak. Sebuah kursus singkat yang berdurasi tiga jam hingga dalam hitungan hari kini ditawarkan sebagai bagian dari paket wisata alternatif. Di sini, wisatawan peserta bisa ikut merancang desain perhiasan perak, membuatnya, dan akhirnya bisa membawa pulang hasil buatannya sendiri.
Namun, berbicara sentra perhiasan dalam skala yang lebih besar, tak ada provinsi yang bisa mengalahkan Jawa Timur. Pemprovnya pun dengan percaya diri telah menargetkan provinsi ini sebagai sentra industri perhiasan. Maklumlah, sekitar 85% produksi emas secara nasional berasal dari Ja-Tim. Bahkan, sekitar 90% ekspor perhiasan berasal dari provinsi ini. Saat ini, industri perhiasan yang banyak dikembangkan terutama berbasis mutiara. Dulu industri itu masih terpusat di Situbondo, Bangil dan Lumajang. Kini, mulai berkembang ke Surabaya.
Tak hanya itu. Ja-Tim pun memiliki pusat belanja dan produksi perhiasan Jemo Polish di kawasan Juanda, Sidoarjo, seluas 140 ha. Pabrik dan showroom-nya sudah jadi. Juga, ada pusat perbelanjaan perhiasan, seperti BG Junction dan Empire Palace di Surabaya. Tercatat ada 46 industri perhiasan skala besar. Sementara itu, usaha kecil-menengah di bidang produksi emas tersebar di beberapa sentra: Banyuwangi, Jember, Lumajang, Pasuruan, Lamongan dan Malang. Setiap sentra mempunyai 50-100 UKM.
Masih dari Pulau Jawa, ada sebuah daerah dengan produk kreatif cukup unik. Daerah itu adalah Kabupaten Purbalingga, yang sejak 2008 telah mencanangkan diri sebagai sentra pembuatan rambut dan bulu mata palsu terbesar kedua di dunia, setelah Gwangju, Korea Selatan. Ya, Purbalingga kini memiliki 18 industri pembuatan rambut dan bulu mata palsu yang semuanya berasal dari modal asing, dan telah menyerap 30 ribu tenaga kerja. Selain itu, ada sebuah perusahaan PMA asal Jepang yang bergerak di bidang usaha pembuatan peralatan makan dari kayu.
Yang jelas, kehadiran19 PMA tersebut, telah meningkatkan nilai investasi asing di Purbalingga. Selama tahun 2007 naik hingga Rp 39 miliar atau sekitar 37% dibanding tahun sebelumnya. Pada 2002-2007 saja, Pemkab Purbalingga menyetujui 7 proyek PMA senilai US$ 6,8 miliar. Selain itu, Purbalingga juga telah merealisasi 7 proyek PMA lainnya senilai US$ 7,72 miliar, yang berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 3.433 orang.
Tentulah, potensi daerah yang khas bukan cuma bisa ditemukan di Pulau Jawa. Sebagai contoh adalah Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai sentra penghasil kain tenun sutra. Daerah ini bahkan menjadi pemasok utama kain sutra polos untuk kebutuhan industri batik di Cirebon, Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Saat ini, penenunan sutra masih menjadi andalan utama masyarakat di Kabupaten Wajo – selain produk pertanian. Salah satu komoditas industri yang terkenal di Kabupaten Wajo adalah kain dan sarung sutra, yang dibuat perajin/industri kecil penenunan gedongan dan penenunan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Sementara itu, bahan baku yang dipakai adalah benang sutra alam yang berasal dari Soppeng, Sidrap, Wajo dan Enrekang. Kebutuhan benang sutra untuk usaha penenunan di Wajo kurang-lebih 17 ton/bulan. Jumlah itu belum bisa terpenuhi oleh produsen benang yang ada di Sul-Sel. Oleh karenanya, jumlah produksi kain sutra belum bisa optimal karena hanya bisa mendapatkan benang kurang-lebih 10 ton/bulan, sedangkan yang dibutuhkan sekitar 17 ton/bulan. Dalam upaya peningkatan produksi benang sutra dan pengembangan usaha penenunan di Wajo, rencananya Pemkab Wajo siap berinvestasi berupa perluasan kebun tanaman murbei, pemeliharaan ulat sutra kecil dan besar secara terkoordinasi, pengembangan usaha pemintalan benang sutra dengan mesin modern, serta penyediaan mesin cuci benang dan kain sutra.
Daerah lain yang punya potensi khas adalah Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Destinasi wisata favorit kedua di Indonesia setelah Bali ini memang memiliki banyak potensi alam. Selain keindahan alamnya, daerah ini juga menghasilkan cenderamata khas berupa perhiasan berbahan mutiara.
Lombok selama ini terkenal dengan hasil mutiara alamnya yang beragam. Di pulau itu terdapat beragam jenis mutiara mulai dari mutiara putih, krem, keemasan, perak, kelabu, hingga merah jambu yang langka. Mutiara asal Lombok terbukti tidak kalah dari mutiara negara produsen lain seperti Australia, Tahiti, Myanmar dan Filipina. Bahkan menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia saat ini menjadi market leader di antara negara pengekspor mutiara air laut.
Ya, tentu masih banyak lagi daerah lain yang punya potensi khas (petanya bisa dilihat di Tabel yang menyertai tulisan ini – Red.). Namun sekali lagi, itu pula tergantung pada kreativitas pihak pemda dan pengusaha setempat, mengemas dan menjualnya.
loading...