Slide show

[mobil][slideshow]

Tidak Perlu Tunggu Krisis untuk Bangun Alutsista Modern

Baca yang Lain


Indonesia saat ini berada di persimpangan penting dalam upayanya mewujudkan mimpi besar membangun fasilitas peluncuran antariksa di wilayahnya sendiri. Di tengah ketegangan geopolitik global yang merambah hingga luar angkasa, keputusan strategis pemerintah Indonesia terkait pengembangan alutsista dan teknologi ruang angkasa menjadi isu yang tak bisa lagi ditunda. Sejarah menunjukkan, negara yang kuat adalah negara yang mampu berdiri di atas kepentingan nasionalnya, bukan tunduk pada aturan yang dibuat negara-negara besar.

Ketika perang Rusia-Ukraina meluas hingga mempengaruhi industri antariksa dunia, Indonesia harus belajar bahwa posisi netral saja tidak cukup. Negara-negara besar sudah lama memanfaatkan teknologi luar angkasa bukan sekadar untuk riset sipil, tetapi juga kepentingan militer dan geopolitik. Indonesia harus berani menentukan sikap tegas, apakah ingin terus menjadi konsumen teknologi atau mulai bangkit sebagai pemilik kekuatan strategis sendiri.

Fakta bahwa Indonesia hingga kini belum menjadi anggota Missile Technology Control Regime (MTCR) kerap dijadikan alasan pembatasan transfer teknologi strategis, khususnya dari Rusia atau negara maju lainnya. Padahal, jika hanya mengandalkan belas kasihan pasar global tanpa kekuatan tawar teknologi, Indonesia akan terus berada di posisi pinggiran. Kepentingan nasional harus lebih tinggi daripada sekadar mengikuti rezim kontrol yang justru membatasi peluang kemandirian bangsa.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki dasar hukum lewat UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan dan Rencana Induk Industri Antariksa 2016-2040. Namun, tanpa keberanian politik untuk mewujudkan dan melindungi program strategis, semua itu hanya akan jadi dokumen di rak-rak kementerian. Indonesia harus mulai serius mengembangkan roket peluncur dan teknologi alutsista strategis, tidak sekadar untuk antariksa, tapi juga pertahanan nasional di masa depan.

Belajar dari negara-negara seperti India dan Korea Utara, yang dulu kerap diremehkan, Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan letak geografisnya yang strategis di garis khatulistiwa. Lokasi ini adalah salah satu posisi peluncuran satelit paling ideal di dunia. Jika Indonesia mampu membangun spaceport sendiri, bukan hanya membuka peluang ekonomi besar di sektor antariksa, tapi sekaligus menciptakan deterrent strategis untuk menjaga kedaulatan bangsa.

Rezim MTCR memang selama ini dijadikan alat diplomasi negara-negara besar untuk membatasi pengembangan teknologi rudal dan antariksa negara berkembang. Namun kepentingan nasional tidak bisa terus-menerus dikorbankan atas nama norma internasional yang hanya menguntungkan blok-blok tertentu. Indonesia harus menyiapkan opsi alternatif, termasuk memperkuat industri alutsista nasional tanpa harus bergantung sepenuhnya pada rezim kontrol tersebut.

Kita tidak boleh menunggu krisis geopolitik besar baru kembali menyadari pentingnya alutsista strategis. Pengalaman Irak, Libya, Suriah, bahkan Ukraina, menjadi pelajaran nyata bahwa negara tanpa sistem pertahanan kuat akan selalu jadi sasaran empuk permainan geopolitik. Indonesia harus sadar bahwa pertahanan modern bukan lagi sekadar tank dan pesawat tempur, tapi juga sistem roket, antariksa, dan teknologi strategis lintas domain.

Langkah pertama yang bisa ditempuh Indonesia adalah mempercepat penyelesaian aturan turunan UU Keantariksaan yang mengatur transfer teknologi sensitif. Dengan dasar hukum kuat, Indonesia bisa lebih leluasa menjalin kerja sama dengan mitra-mitra potensial, baik dari Rusia, Tiongkok, maupun negara-negara Non-MTCR lainnya yang siap berbagi teknologi.

Selain itu, Indonesia harus mulai membangun ekosistem industri antariksa dan teknologi rudal nasional. Bukan hanya mengandalkan lembaga negara seperti BRIN dan LAPAN, tapi melibatkan kampus, swasta, hingga BUMN strategis. Talent pool di bidang teknologi strategis harus diperluas, dan generasi muda Indonesia harus dilibatkan sejak dini dalam riset dan pengembangan.

Di era globalisasi saat ini, perang dan konflik tidak lagi sekadar soal darat dan laut, tapi juga udara dan luar angkasa. Indonesia yang dikenal memiliki wilayah udara dan perairan strategis tak boleh hanya jadi penonton. Kita butuh kekuatan antariksa yang bisa menjaga wilayah nasional sekaligus memberi efek deterrent kepada pihak mana pun yang berniat mengganggu kedaulatan NKRI.

Ketika rezim MTCR menutup peluang impor komponen roket atau teknologi strategis, Indonesia bisa membangun teknologi substitusi lewat riset mandiri. Pengembangan teknologi solid propellant, guidance system, hingga teknologi payload bisa dilakukan bertahap, dimulai dari basis LEO satelit hingga sistem pertahanan berbasis ruang angkasa.

Kemandirian alutsista berbasis antariksa tak hanya akan memperkuat posisi tawar diplomasi Indonesia, tapi juga membuka peluang ekonomi luar biasa di sektor komersial antariksa yang kini mulai berkembang pesat. Launching satelit, penyewaan orbit, hingga industri data berbasis satelit adalah peluang miliaran dolar yang bisa dimanfaatkan bangsa.

Indonesia harus mencontoh langkah India yang secara perlahan membangun program antariksa nasional tanpa terlalu menggantungkan diri pada rezim internasional. India sukses membuat satelit, roket peluncur, hingga misi ke Mars dengan dana minim, sekaligus membangun talent pool teknologinya secara masif lewat universitas dan pusat riset nasional.

Kalau India bisa, Indonesia pun pasti mampu. Kita sudah memiliki SDM muda berbakat, letak geografis strategis, serta pasar domestik yang besar. Tinggal dibutuhkan keberanian politik untuk meletakkan kepentingan nasional di atas tekanan diplomasi negara besar dan aturan global yang kerap tak adil.

Langkah ini bukan berarti Indonesia anti kerja sama internasional. Justru Indonesia harus cerdas memilih mitra strategis yang sejalan dengan kepentingan nasional. Bukan tunduk pada tekanan sepihak yang justru melemahkan kemandirian bangsa di masa depan.

Di tengah ketegangan global saat ini, negara-negara kuat justru berlomba membangun alutsista dan teknologi strategis. Jangan sampai Indonesia baru tergesa-gesa mengembangkan kekuatan setelah ada konflik besar di kawasan. Kesiapan teknologi harus dibangun saat damai, agar bisa digunakan saat diperlukan.

Indonesia punya peluang jadi kekuatan regional bukan hanya di darat dan laut, tapi juga di udara dan antariksa. Momentum ini tidak boleh disia-siakan. Dengan keberanian, konsistensi, dan visi strategis, Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara maju tanpa harus bergantung pada aturan global yang diskriminatif.

Jangan tunggu sampai negara lain menetapkan aturan baru yang makin membatasi ruang gerak kita. Saatnya Indonesia berani keluar dari bayang-bayang ketergantungan dan mulai membangun alutsista strategisnya sendiri. Karena di masa depan, siapa yang menguasai teknologi strategis, dia yang menguasai geopolitik.

Dibuat oleh AI, lihat info selanjutnya
loading...

Roket

[roket][stack]

Teknologi

[technology][grids]

Kapal Perang

[kapal][btop]